Selasa, 23 Agustus 2011

Perubahan Sosial Tokoh dalam Cerpen Diam Karya Fitriyanti


A Pendahuluan

    1 Latar Belakang Masalah

Karya sastra diciptakan sastrawan untuk dinikmati, dipahami dan dimanfaatkan oleh masyarakat.  Karya sastra dan masyarakat merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Karya sastra muncul berdasarkan hasil pemikiran dari seorang pengarang yang terinspirasi oleh  kehidupan masyarakat sekitarnya dan pengalaman pribadinya. Pengaruh masyarakat terhadap pengarang akan terlihat dari isi karya sastra yang menggambarkan kehidupan masyarakat yang dikenal. Kondisi dan permasalahan sosial yang terjadi dalam kenyataan sehari-hari merangsang imajinasi sastrawan untuk mengungkapkan permasalahan sosial tersebut dengan sudut pandang sosial tertentu, sehingga lahirlah kenyataan baru dalam karyanya. Wellek dan Austin Warren (1984: 276) mengatakan bahwa karya sastra adalah hasil ciptaan pengarang yang menggambarkan segala peristiwa yang dialami masyarakat di dalam kehidupan sehari-hari.
Damono (2003:1) mengungkapkan bahwa sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antarindividu, antarmasyarakat, antarmasyarakat dengan antarindividu, dan antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Bagaimanapun, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang yang sering menjadi bahan sastra adalah pantulan hubungan seseorang dengan orang lain atau dengan masyarakat dan menumbuhkan sikap sosial tertentu atau bahkan untuk mencetuskan peristiwa sosial tertentu.
Selama hidupnya, sastrawan hidup sebagai anggota masyarakat senantiasa memelajari dan melakukan perubahan-perubahan sosial sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan. Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam diri sastrawan itu berpengaruh kepada hasil karyanya. Dengan demikian, lewat karya-karyanya selain pembaca terhibur, juga secara  tidak langsung akan mengenyam nilai dan pesan yang ada di dalam karya sastra tersebut, termasuk masalah perubahan sosial.
Di dalam makalah ini dibahas mengenai perubahan sosial tokoh dalam cerpen Diam karya Fitriyanti. Pembahasan ini  dilatarbelakangi oleh alasan bahwa karya sastra dianggap sebagai hasil aktivitas dan ekspresi pengarang dari masyarakat.. Pemilihan cerpen  berjudul Diam didasarkan pada pemahaman bahwa dalam cerpen tersebut dihadirkan sejumlah pelajaran tentang perubahan pola hubungan antarindividu yang menyebabkan ketegangan sosial yang berupa konflik dan kekerasan yang menimbulkan perubahan peri laku yang tidak kasar menjadi kasar dan dari yang tidak brutal menjadi brutal.

      2 Fokus Pembahasan

                  Perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi dalam hubungannya dengan  interaksi antarindividu, organisasi atau komunitas. Persoalan yang dibicarakan dalam  perubahan sosial di antaranya adalah (i) bentuk-bentuk perubahan sosial, (ii) proses terjadinya perubahan sosial, (iii) faktor penyebab terjadinya perubahan sosial, (iv)  faktor pendorong dan penghambat pelaksanan perubahan sosial, dan (v dampak perubahan sosial. Sehubungan dengan itu, fokus pembahasan ini meliputi:
(a)    Bentuk-bentuk perubahan sosial dalam cerpen Diam karya Fitriyanti.
(b)   Faktor penyebab terjadinya perubahan sosial dalam cerpen Diam karya Fitriyanti.
(c)    Faktor pendorong dan penghambat pelaksanaan perubahan sosial dalam cerpen Diam karya Fitriyanti
(d)   Dampak perubahan sosial dalam cerpen Diam karya Fitriyanti

3 Tujuan Pembahasan

Pradopo (2005:34) menyatakan bahwa tujuan studi sosiologis dalam sastra adalah untuk mendapatkan gambaran utuh mengenai hubungan antara pengarang, karya sastra, dan masyarakat. Pembahasan di dalam makalah ini berkenaan dengan studi sosiologis dalam karya sastra. Sejalan dengan fokus pembahasannya, tujuan yang hendak dicapai adalah mendeskripsikan:
(a)    Bentuk-bentuk perubahan sosial dalam cerpen Diam karya Fitriyanti
(b)   Faktor penyebab terjadinya perubahan sosial dalam cerpen Diam karya Fitriyanti
(c)    Faktor pendorong dan penghambat pelaksanaan perubahan sosial dalam cerpen Diam karya Fitriyanti
(d)   Dampak perubahan sosial dalam cerpen Diam karya Fitriyanti

4  Manfaat Pembahasan
Pembahasan ini diharapkan bermanfaat bagi teoretis dan praktis. Bagi teoretis, pembahasan ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan teori sosiologi sastra, sedangkan bagi praktis, pembahasan ini diarapkan bermanfaat untuk penerapan teori-teori sosial di dalam analisis sastra, terutama dalam hal ini karya sastra cerpen.


B Kajian Teori
    1 Sosiologi Sastra
Konsep sosiologi sastra didasarkan pada pandangan bahwa karya sastra ditulis oleh seorang pengarang dan pengarang merupakan makhluk yang mengalami sensasi-sensasi dalam kehidupan empirik masyarakatnya. Sastra dibentuk oleh masyarakatnya yang berada dalam jaringan sistem dan nilai  masyarakatnya pula. Dengan demikian, sastra memiliki keterkaitan timbal-balik dalam derajat tertentu dengan masyarakatnya.
Sosiologi dalam ilmu sastra dimaksudkan untuk menyebut para kritikus dan ahli sejarah sastra, terutama memerhatikan hubungan antara pengarang dengan kelas sosial, status sosial dan ideologi, kondisi ekonomi dalam profesinya, dan model pembaca yang ditujunya. Para kritikus memandang bahwa karya sastra (baik aspek isi maupun bentuknya) terkondisi oleh lingkungan dan kekuatan sosial periode tertentu (Abrams, 1981:178).
Sosiologi sastra sebagai suatu jenis pendekatan terhadap sastra memiliki paradigma dengan asumsi dan implikasi epistemologis yang berbeda dengan yang telah digariskan oleh teori sastra berdasarkan prinsip otonomi sastra. Pendekatan sosiologi sastra memberi perhatian pada aspek dokumenter sastra, dengan landasan suatu pandangan bahwa sastra merupakan gambaran atau potret fenomena sosial. Fenomena  tersebut  bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasikan. Oleh pengarang, fenomena itu diangkat kembali menjadi wacana baru dengan proses kreatif (pengamatan, analisis, interpretasi, refleksi, imajinasi, evaluasi, dan sebagainya) dalam bentuk karya sastra.
Hippolyte Taine (1766-1817) merumuskan pendekatan sosiologi sastra yang sepenuhnya ilmiah dengan menggunakan metode-metode seperti yang digunakan dalam ilmu alam dan pasti. Dalam bukunya History of English Literature (1863),  Taine  menyebutkan bahwa sebuah karya sastra dapat dijelaskan menurut tiga faktor, yakni ras, momen, dan lingkungan (Abrams, 1981:178). Hubungan timbal-balik antara ras, momen, dan lingkungan tersebut yang menghasilkan struktur mental pengarang yang selanjutnya diwujudkan dalam karya sastra dan seni. Ras merupakan sesuatu yang diwarisi manusia dalam jiwa dan raganya. Momen ialah situasi sosial politik pada suatu periode tertentu. Lingkungan meliputi keadaan alam, iklim, dan sosial.

   2 Perubahan Sosial
Perubahan sosial dialami oleh setiap masyarakat. Perubahan sosial pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dengan perubahan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Perubahan sosial mencakup tiga gagasan, yaitu (i) perbedaan; (ii) pada waktu berbeda; dan (iii) di antara keadaan sistem sosial yang sama. Sejalan dengan itu, perubahan sosial adalah setiap perubahan yang tak terulang dari sistem sosial sebagai satu kesatuan (Hawley, 1978:787). Soemardjan (1982:23) dan Soekamto (2009:261) menjelaskan bahwa perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang memengaruhi  sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok atau individu-individu dalam masyarakat. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa perubahan sosial adalah perubahan unsur-unsur atau struktur sosial dan perilaku manusia, baik secara berkelompok maupun individu,  dalam masyarakat dari keadaan tertentu ke keadaan yang lain.
 Dalam konsep perubahan sosial dikenal beberapa teori. Teori-teori itu di antaranya adalah teori evolusioner dan teori siklus. Teori evolusioner menyatakan bahwa perubahan sosial memiliki arah tetap yang dilalui oleh semua masyarakat itu melalui urutan pentahapan yang sama dan bermula dari tahap perkembangan awal menuju ke tahap perkembangan akhir. Dalam teori evolusioner dinyatakan bahwa bila tahap terakhir dicapai, maka pada saat itu evolusioner pun berakhir. Teori evolusioner mengandung kekurangan, yaitu (i) data yang menunjang penentuan tahap masyarakat dalam rangkaian tahap sering tidak cermat, (ii) urutan tahap tidak sepenuhnya tegas, (iii) pandangan yang menyatakan bahwa perubahan sosial besar akan berakhir ketika masyarakat telah mencapai tahap akhir tampaknya merupakan pandangan yang naif sebab umumnya perubahan bersifat konstan. Teori evolusioner juga mengandung kelebihan, yaitu adanya konsep tahapan dan batasan tertentu dalam perubahan masyarakat. Teori siklus menyatakan bahwa proses peralihan masyarakat bukan berakhir pada tahap terakhir yang sempurna, melainkan berputar kembali ke tahap awal untuk peralihan selanjutnya. Dalam teori siklus, upaya untuk mengidentifikasi, menetapkan waktu secara tepat, dan membandingkan gejala-gejala yang menunjukkan perubahan tidak terlepas dari kemungkinan adanya pencatatan yang meragukan, sehingga data yang mendasari teori tidak dapat dipercaya. Di samping itu, teori siklus tidak menjelaskan penyebab terjadinya perubahan (Horton dan Chester L. Hunt, 1998/1999:209-210).
   2.1 Proses Perubahan Sosial
Perubahan sosial dalam suatu masyarakat tidak terjadi secara langsung, tetapi melalui suatu proses. Soekamto (2009:267-268) menjelaskan bahwa proses perubahan sosial dapat diketahui dari  ciri-ciri tertentu, yaitu sebagai berikut.
1.  Tidak ada masyarakat yang berhenti perkembangannya.
2.  Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu, akan diikuti dengan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial lainnya.
3   Perubahan-perubahan sosial yang cepat biasanya mengakibatkan disorganisasi yang bersifat sementara karena berada di dalam proses penyesuaian diri.
4.  Perubahan-perubahan tidak dapat dibatasi pada bidang kebendaan atau bidang spiritual saja karena kedua bidang tersebut mempunyai kaitan timbal balik yang sangat kuat.
5.  Secara tipologis, perubahan-perubahan sosial dapat dikategorikan sebagai proses sosial, segmentasi, perubahan struktural, dan perubahan struktur kelompok (pergeseran dalam komposisi kelompok, tingkat kesadaran kelompok, dan hubungan antara kelompok-kelompok dalam masyarakat).
Berbeda dengan uraian di atas, Horton dan Chester L. Hunt (1998/1999:209-210) menjelaskan bahwa proses perubahan sosial ditandai dengan penemuan, invensi, dan difusi. Penemuan adalah persepsi manusia yang dianut secara bersama, mengenai suatu aspek kenyataan yang semula sudah ada.  Penemuan merupakan tambahan pengetahuan dunia yang telah diverifikasi. Penemuan menjadi faktor dalam perubahan sosial bila telah didayagunakan. Invensi adalah suatu kombinasi baru atau cara penggunaan baru dari pengetahuan yang sudah ada. Invensi dibagi ke dalam dua klasifikasi, yaitu invensi material dan invensi sosial. Pada kedua klasifikasi itu, unsur lama digunakan, dikombinasikan, dan dikembangkan untuk suatu kegunaan baru, sehingga invensi merupakan suatu proses yang berkesinambungan. Difusi adalah penyebaran unsur-unsur budaya dari suatu kelompok ke kelompok lainnya. Difusi berlangsung di dalam masyarakat maupun antarmasyarakat. Difusi terjadi bila beberapa masyarakat saling berhubungan. Difusi biasanya disertai dengan modifikasi tertentu terhadap unsur-unsur serapan. Simak
Baca secara fonetik

Kamus - Lihat kamus yang lebih detail

Terjemahkan situs web mana pun

Lakukan banyak hal dengan Google Terjemahan

Dalam hal ini, masyarakat dapat mengelak dari difusi dengan cara mengeluarkan larangan yang dilakukannya kontak dengan masyarakat lain.

2.2 Bentuk-Bentuk Perubahasan Sosial

Bentuk-bentuk perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat dapat dibedakan atas dasar beberapa sudut pandang. Pertama dari sudut pandang waktu berlangsungnya, kedua dari sudut pandang ruang lingkupnya, dan yang terakhir dari sudut pandang kehendak agen perubahan

(1) Bentuk Perubahan Sosial Berdasarkan Proses Berlangsungnya

Berdasarkan proses berlangsungnya, perubahan sosial dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu perubahan yang berlangsung lambat dan perubahan yang berlangsung cepat.

(a) Perubahan sosial yang berlangsung lambat

Perubahan sosial yang berlangsung lambat  atau evolusi adalah perubahan sosial yang terjadi dalam proses lambat, dalam waktu yang cukup lama dan tanpa ada rencana tertentu dari masyarakat yang bersangkutan. Perubahan sosial lambat berlangsung mengikuti kondisi perkembangan masyarakat, yaitu sejalan dengan usaha-usaha masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari  (Soekamto, 2009:269). Perubahan tersebut terjadi karena usaha-usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan keperluan-keperluan, keadaan-keadaan, dan kondisi-kondisi baru, yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Rentetan perubahan tersebut tidak perlu sejalan dengan rentetan peristiwa-peristiwa di dalam sejarah masyarakat yang bersangkutan.  

     (b) Perubahan sosial yang berlangsung cepat

Perubahan sosial yang berlangsung cepat atau revolusi merupakan perubahan yang berlangsung secara cepat dan tidak ada kehendak atau perencanaan sebelumnya (Soekamto, 2009:269). Secara sosiologis, perubahan revolusi diartikan sebagai perubahan-perubahan sosial mengenai unsur-unsur kehidupan atau lembaga lembaga kemasyarakatan yang berlangsung relative cepat. Dalam revolusi, perubahan dapat terjadi dengan direncanakan atau tidak direncanakan. Revolusi sering kali diawali adanya ketegangan atau konflik dalam tubuh masyarakat yang bersangkutan. Revolusi tidak dapat terjadi di setiap situasi dan kondisi masyarakat. Ukuran kecepatannya bersifat relatif karena revolusi dapat memakan waktu yang lama.

(2) Bentuk Perubahan Sosial Berdasarkan Ruang Lingkupnya

Berdasarkan ruang lingkupnya, perubahan sosial dibagi atas dua macam, yaitu perubahan sosial yang berpengaruh besar dan perubahan sosial yang berpengaruh kecil.

 

(a) Perubahan Berpengaruh Besar

Suatu perubahan dikatakan berpengaruh besar jika perubahan tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan pada struktur kemasyarakatan, hubungan kerja, sistem mata pencaharian, dan stratifikasi masyarakat. Sebagaimana tampak pada perubahan masyarakat agraris menjadi industrialisasi. Perubahan ini memberi pengaruh secara besar-besaran terhadap jumlah kepadatan penduduk di wilayah industri dan mengakibatkan adanya perubahan mata pencaharian.

      (b) Perubahan Berpengaruh Kecil

Perubahan sosial berpengaruh kecil merupakan perubahan  yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung bagi masyarakat (Soekamto, 2009:271). Misalnya, perubahan mode pakaian, mode rambut, dan mode bentuk rumah. Perubahan-perubahan tersebut tidak membawa pengaruh yang besar dalam masyarakat karena tidak mengakibatkan perubahan-perubahan pada lembaga kemasyarakatan.

(3) Perubahan Sosial Berdasarkan Kehendak Agen Perubahan

Perubahan sosial berdasarkan kehendak agen perubahan terdiri atas perubahan yang direncanakan dan yang tidak direncanakan.

(a) Perubahan yang direncanakan

Perubahan yang direncanakan adalah perubahan-perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat. Pihak-pihak yang menghendaki suatu perubahan dinamakan agent of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. Oleh karena itu, suatu perubahan yang direncanakan selalu di bawah pengendalian dan pengawasan agent of change. Secara umum, perubahan berencana dapat juga disebut perubahan dikehendaki (Soekamto, 2009:272). Misalnya, untuk mengurangi pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat besar, pemerintah mengadakan program keluarga berencana.

      (b) Perubahan yang tidak direncanakan

Perubahan yang tidak direncanakan biasanya berupa perubahan yang tidak dikehendaki oleh masyarakat.  Perubahan ini sering membawa masalah-masalah yang memicu kekacauan atau kendala-kendala dalam masyarakat sebab terjadi di luar perkiraan dan jangkauan (Soekamto, 2009:272).  Oleh karenanya, perubahan yang tidak dikehendaki sangat sulit ditebak terjadinya. Misalnya, kasus erupsi Gunung Merapi yang berupa menyemburnya awan panas secara tiba-tiba. Akibatnya, banyak penduduk yang menjadi korban  pada saat Gunung Merapi menyemburkan awan panas secara tiba-tiba.
2.3 Fakor Penyebab Terjadinya Perubahan Sosial
Perubahan sosial adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan.
Perubahan sosial di masyarakat dapat terjadi karena adanya beberapa faktor penyebab tertentu. Menurut  Soekamto (2009:283), faktor penyebab perubahan sosial berasal  dua sumber, yaitu penyebab yang bersumber dalam masyarakat itu sendiri dan penyebab yang bersumber dari luar masyarakat.   Faktor penyebab yang bersumber dalam masyarakat itu sendiri terdiri atas (i) bertambah atau berkurangnya penduduk, (ii) penemuan-penemuan baru, (iii) pertentangan-pertentangan dalam masyarakat, (iv) terjadinya pemberontakan atau revolusi di dalam tubuh masyarakat itu sendiri. Faktor penyebab yang bersumber dari luar masyarakat terdiri atas (i) sebab-sebab yang berasal dari lingkungan fisik yang ada di sekitar manusia, (ii) peperangan dengan negara lain, dan (iii) pengaruh kebudayaan masyarakat lain.
2.4 Faktor Pendorong dan Penghambat Perubahan Sosial
Di samping dikenal adanya faktor penyebab perubahan, dikenal pula  faktor-faktor pendorong dan penghambat perubahan sosial.
2.4.1 Faktor Pendorong Perubahan Sosial
Di dalam  proses perubahan terdapat faktor-faktor yang mendorong terjadinya perubahan sosial yang terjadi. Menurut Soekamto (2009:287), faktor-faktor yang mendorong jalannya proses perubahan sosial adalah sebagai berikut.  
                         (1)  Kontak dengan kebudayaan lain
                         (2)  Sistem pendidikan yang maju
                         (3) Sikap menghargai  hasil karya seseorang dan keinginan- keinginan   untuk maju
                        (4)  Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan menyimpang
                         (5)  Sistem lapisan  masyarakat yang terbuka
                        (6)  Penduduk yang heterogen
                         (7) Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan  tertentu
                        (8)  Orientasi ke muka
                        (9)  Nilai meningkatkan taraf hidup
          2.4.2 Faktor Penghambat Perubahan Sosial
Dalam dinamika masyarakat, selain terdapat faktor-faktor yang dapat mendorong bagi berlangsungnya  perubahan sosial, terdapat pula faktor-faktor yang menghambat. Menurut Soekamto (2009:287), faktor-faktor yang menghambat terjadinya perubahan sosial adalah sebagai berikut.
(1)  Kurangnya hubungan   dengan masyarakat-masyarakat lain
(2)  Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat
(3)  Sikap masyarakat yang tradisionalistis
(4) Adanya kepentingan-kepentingan yang telah  tertanam dengan kuat atau vested interes.
(5) Rasa takut akan terjadinya kegoyahan interaksi kebudayaan
(6) Prasangka terhadap hal-hal yang baru asing
(7) Hambatan ideologis
(8) Kebiasaan
(9) Nilai pasrah

2.5  Dampak Perubahan Sosial
Perubahan sosial memengaruhi pola dan perilaku masyarakatnya. Perubahan sosial akan mengubah adat, kebiasaan, cara pandang, bahkan ideologi suatu masyarakat. Perubahan sosial dapat berdampak pada hal-hal positif (kemajuan) dan hal-hal negatif (kemunduran). Dampak positif atau bentuk kemajuan akibat adanya perubahan sosial adalah (i) memunculkan ide-ide budaya baru yang sesuai dengan perkembangan zaman, (ii) membentuk pola pikir masyarakat yang lebih ilmiah dan rasional, (iii) terciptanya penemuan-penemuan baru yang dapat membantu aktivitas manusia, (iv)  munculnya tatanan kehidupan masyarakat baru yang lebih modern dan ideal. Dampak negatif atau bentuk kemunduran akibat adanya perubahan sosial adalah (i) tergesernya bentuk-bentuk budaya nasional oleh budaya asing yang terkadang tidak sesuai dengan kaidah budaya-budaya nasional, (ii) adanya beberapa kelompok masyarakat yang mengalami ketertinggalan kemajuan budaya dan kemajuan zaman, baik dari sisi pola pikir ataupun dari sisi pola kehidupannya, (iii) munculnya bentuk-bentuk penyimpangan sosial baru yang makin kompleks, dan (iv) lunturnya kaidah-kaidah atau norma sosial  lama.

                     C Perubahan Sosial dalam Cerpen Berjudul Diam Karya Fitriyanti
Perubahan sosial adalah terjadinya perubahan dari satu kondisi tertentu ke kondisi yang lain yang dialami atau dilakukan masyarakat. Pembicaraan perubahan sosial dapat berkenaan dengan  bentuk perubahan sosial, proses perubahan sosial, faktor penyebab perubahan sosial, faktor pendorong dan penghambat perubahan sosial, dan dampak perubahana sosial.

1 Bentuk-bentuk Perubahan Sosial dalam Cerpen Diam Karya Fitriyanti
                      Dalam cerpen Diam karya Fitriyanti terdapat bentuk-bentuk perubahan sosial.  Bentuk-bentuk  perubahan itu ditampilkan melalui perilaku tokoh-tokohnya, seperti dalam kutipan cerita berikut.
                        “Ayahnya yang asyik membaca koran mulai merasa terganggu. Anak perempuan itu langsung menjadi sasaran makian.
                        Bisa tidak kau mengurus adikmu. Kau apakan dia. Hah! Ayahnya menempeleng kepalanya beberapa kali dengan keras. Matanya berkunang-kunang oleh rasa sakit yang teramat sangat” (Fitriyanti, 2009:50).

                        Dalam kutipan itu, tokoh ayah tadinya tenang-tenang  membaca koran langsung berubah menjadi sangat marah setelah merasa terganggu oleh tangisan anaknya. Sasaran kemarahan itu adalah anak perempuannya, yakni kakak dari adik yang menangis itu. Kejadian serupa sering terjadi pada diri ayah dan yang menjadi sasaran adalah anak perempuannya,  seperti dalam kutipan cerita berikut.

                        ”Suara piring pecah, suara anak perempuan berteriak karena terkejut, diiringi erangan kucing kesakitan terinjak, terdengar ribut sekali. Adiknya terbangun dan menangis karena terkejut. Ayahnya pun berteriak karena marah. Rumah itu menjadi hiruk-pikuk.
                        Si ayah yang baru saja menidurkan adiknya keluar dari kamar. Tanpa bicara, dia langsung melecutkan ikat pinggang ke kakinya. Dia tak bisa lagi melompat menghindar seperti anak kijang ....” (Fitriyanti, 2009:52).

                        Dalam peristiwa itu, ayah juga mengalami perubahan perilaku yang sangat cepat, yakni cepat  marah kepada anak perempuan itu. Tanpa pengecekan siapa yang salah dan siapa penyebab kegaduhan itu, ayah langsung menyiksa fisik anak perempuan itu.
                        Kakak dari anak perempuan itu tampaknya berperilaku yang tidak jauh berbeda dengan ayahnya, yakni mempunyai perilaku yang  lekas berubah dari tidak marah menjadi  marah. Dalam perkara sepele pun, kakak tersebut sudah marah, seperti  dalam kutipan cerita berikut.

                        ”..... Padahal dia ingin bermain dengan teman-temannya. Mandi di kali, mencuri jambu Pak Soleh, atau menonton film kartun. Ini wajar. Dia mencoba mengelak tugas menyuapi keponakannya yang cantik dan lucu itu.” 
                        ”Tapi aku mau main sebentar. Boleh?” dia memohon. Kakaknya marah, dengan gemas dia mencubiti paha si adik sampai biru. Dia meringis dan mengaduh. ”Ibuuu...! rintihnya” (Fitriyanti, 2009:56).

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa anak perempuan itu bermaksud minta izin pada kakaknya untuk bermain-main, seperti anak lain yang sesusianya. Akan tetapi, yang terjadi bukan mendapatkan izin atau penjelasan, melainkan mendapatkan marah dan siksaan fisik.  Perubahan perilaku yang cepat marah pada diri kakak dari anak perempuan itu terhadap dirinya tidak hanya sekali terjadi, tetapi sering terjadi, seperti tampak dalam kutipan cerita berikut.

            ”Bayi lucu menggemaskan itu lalu digendongnya. Sekarang dia tidak terpesona lagi dengan kelucuan si bayi. Ingin dia mencekik, membanting bayi itu atau menginjaknya kalau perlu. Tapi itu tidak dia lakukan. Diambilnya bubur, dengan geram langsung dijejalkan ke mulut keponakannya. Si bayi menjerit.
            Kakaknya yang sedang di dapur, juga suaminya kebetulan baru pulang kerja dan memasuki halaman pagar rumah, terkejut dengan jeritan buah hati mereka. Tanpa bertanya mengapa, apalagi memberi kesempatan bicara, ditempelenglah anak perempuan itu.... ” (Fitriyanti, 2009:57).

Dalam peristiwa itu, suami istri yang merupakan kakak dari anak perempuan itu tadinya tidak marah setelah terkejut mendengar tangisan anaknya langsung marah. Sasaran kemarahan itu adalah anak perempuan itu. Tanpa mencari sebab tangisan itu, suami istri itu langsung menempelengnya. 

Perubahan adalah sebuah kondisi di dalam masyarakat, baik perorangan maupun kelompok,  yang berbeda dari sebelumnya. Perubahan tersebut juga terjadi  pada anak perempuan itu dan saudara ayahnya, seperti tampak dalam kutipan cerita berikut.

                        ”Sampai saatnya lulus SMU dia dijodohkan dengan saudara ayahnya. Dia tidak dimintai pendapat setuju atau tidak. Dia diam saja. Lagi pula tidak ada yang butuh pendapatnya. Pesta besar digelar di rumah calon suami, seorang pedagang sukses. Prosesi dilalui tanpa sepatah kata pun. Bahkan sewaktu akad nikah dia hanya mengangguk saja” (Fitriyanti, 2009:62).

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa pada saat anak perempuan itu sudah lulus SMU, oleh kakaknya dijodohkan dengan saudara ayahnya. Anak perempuan itu diam saja. Perjodohan tersebut mebuat anak perempuan itu dan saudara ayahnya mengalami perubahan.  Perubahannya adalah  keadaan dari belum menikah menjadi sudah menikah sehingga keduanya menjadi suami istri.
Selain mengalami perubahan tersebut, anak perempuan dan saudara ayah yang telah menjadi suami istri itu juga mengalami perubahan-perubahan, seperti tampak dalam kutipan cerita berikut.

                        ”Di malam pengantin, di kamar dengan tempat tidur, sprei, dan kelambu serta cat tembok yang berwarna pink, suami yang baru dikenal itu menarik bajunya dengan kasar. Tanpa bicara, langsung menelanjangi dia penuh birahi bagai seekor harimau lapar yang siap mengkoyak-moyakkan tubuhnya, lalu mencumbu dengan penuh gairah....”
                        ..................................................................................................................
                        Sepotong silet digoreskan lakinya ke pahanya sehingga darah menetes. Laki-laki itu menjilat darah yang mengalir dengan penuh kenikmatan. Lakainya menderita kelainan perilaku seksual rupanya. Perempuan itu tetap diam apa pun yang dilakukan terhadap tubuhnya. Dia tak merasakan apa pun, sampai si suami yang menggumuli berteriak kenikmatan hingga nafasnya mendengus terengah-engah” (Fitriyanti, 2009:62-64).

Kutipan tersebut menggambarkan bahwa suami dari perempuan itu mempunyai perubahan perilaku, yakni dari tidak kasar menjadi kasar, bahkan sampai mencederai fisik perempuannya dengan sepotong silet yang digoreskan pada pahanya. Pada saat pernikahan, kekasaran itu tidak terlihat. Kekasaran itu terlihat pada saat laki-laki itu akan melakukan hubungan seksual.
Oleh karena  telah lama menderita dan mendapat perlakukan kasar dari ayah dan kakaknya,  perempuan itu suatu saat juga mempunyai rasa balas dendam, seperti tampak dalam kutipan cerita berikut.

                        ”Beberapa jam kemudian di saat lakinya tertidur lelap dengan dengkor seekor babi, perempuan itu tersadar lalu bangun. Rasa sakit mendera sekujur tubuh, apalagi di sela pahanya. Ditatapnya lakinya yang telanjang bulat. Diraba dan dibelai penisnya....”
                        Perempuan itu tidak puas. Lantas diikat kaki tangan lakinya dengan rantai yang sebelumnya mengikat dirinya, lalu digembok.... Mulutnya diplester dengan lakban. Diambil ikat pinggang lalu dihajarnya hingga babak belur.....
                        Di puncak gairah, permpuan itu ke dapur mengambil sebilah pisau khusu pemotong daging. Dia balik ke kamar, dengan santai dia memotong penis lakinya. Hanya sekali tebas penis itu lepas dari singgasananya!
                        Dijilat darah mengucur dari potongan penis itu, sehingga seluruh wajah berlumuran darah.....
                        ..... Dia menyeringai puas.....” (Fitriyanti, 2009:64-66).

Peristiwa dalam kutipan tersebut merupakan peristiwa terjadinya perubahan perilaku. Perempuan itu  tadinya adalah seorang perempuan yang selalu diam. Ketika disiksa oleh ayah dan kakaknya, ia selalu diam tidak berani menentang. Ketika disiksa suaminya pada saat akan melakukan hubungan seksual, perempuan itu juga diam karena akan berbicara takut salah. Setelah tidak kuat dengan tekanan-tekanan dan siksaan-siksaan itu kemudian mendapatkan kesempatan untuk melampiaskan nafsunya, perempuan itu berubah perilakunya.  Perempuan tersebut tadinya pediam kemudian berubah secara tiba-tiba menjadi perempuan yang kejam perilakuknya.
Dari kutipan-kutipan cerita di atas dapat diketahui bahwa tokoh ayah, kakak, saudara ayah (suami perempuan itu), dan perempuan itu melakukan perubahan. Perubahan-perubahannya adalah (i) ayah berupa perubahan perilaku dari tidak kasar menjadi kasar, (ii) kakak berupa perubahan perilaku dari tidak kasar menjadi sangat kasar,  dan (iii) sumi dari perempuan itu berupa perubahan perilaku dari tidak kasar menjadi sangat kasar, (iv) perempuan itu juga berupa perubahan perilaku dari pendiam menjadi sangat kasar dan pendendam.  Dalam hal ini, ayah, kakak, suami perempuan itu, dan perempuan itu adalah anggota masyarakat (kelompok sosial). Oleh karena itu, perubahan-perubahan yang dilakukan mereka adalah perubahan sosial. Proses perubahannya sangat cepat dan tidak direncakan maka perubahan sosialnya adalah perubahan sosial cepat dan tidak direncanakan.     

2        Faktor Penyebab Terjadinya Perubahan Sosial dalam Cerpen Diam Karya Fitriyanti

Dalam cerpen berjudul Diam karya Fitriyanti, penyebab perubahan sosialnya dideskripsikan berdasarkan bentuk perubahan sosial yang dilakukan oleh tokohnya.  Penyebab perubahan sosial oleh tokoh ayah tampak dalam kutipan cerita berikut.

”Sejak ibunda tercinta meninggal beberapa bulan lampau, ayahnya mudah sekali marah. Kata orang, ayahnya stres. Hampir setiap hari, kesalahan sepele yang dia lakukan bisa berakibat fatal. Kesalahan itu sebenarnya terjadi justru karena ketakutannya untuk berbuat salah. Semakin berusaha dia berbuat baik, justru semakin sering dia melakukan kesalahan demi kesalahan” (Fitriyanti, 2009:51).
     
Kutipan cerita tersebut menunjukkan bahwa ayah memunyai perilaku mudah marah. Kemudahmarahan tersebut disebabkan oleh istrinya telah meninggal. Setelah itu, ayahnya  stres dan lekas marah. Kesalahan sepele pun, ayah mudah marah.
Selain ayahnya, kakaknya pun mudah marah. Kemudahmarahan kakak itu disebabkan oleh permasalahan, seperti tampak dalam kutipan berikut.  

                     ”Beberapa tahun kemudian, ayahnya mati....Dengan matinya sang ayah, dia berharap terbebas dari berbagai pukulan....Kini setelah matinya sang ayah, dia harus tinggal bersama kakaknya karena tak betah tinggal bersama bibinya.
                     ...............................................................................................................
                     Kakak perempuannya ternyata mewarisi perilaku buruk sang ayah. Ringan tangan. Mulai dari tangan, sapu, gantungan baju, selang, ember, bahkan panci atau apa saja bisa mendarat mulus di tubuhnya bagai pesawat landing ....” (Fitriyanti, 2009:55).

Kutipan cerita tersebut menunjukkan bahwa kakaknya juga memunyai perubahan perilaku yang mudah marah. Kemudahmarahan tersebut disebabkan oleh faktor dalam diri kakak itu, yakni turunan dari ayahnya. Ayahnya yang mudah marah itu menurun pada kakak sehingga ia ringan tangan pada adiknya.
Laki-laki yang merupakan suami dari perempuan itu ternyata memunyai juga perubahan perilaku yang cepat melakukan kekerasan fisik. Penyebabnya adalah seperti terlihat dalam kutipan cerita berikut.

                           ”Di malam pengantin, di kamar dengan tempat tidur, sprei, dan kelambu serta cat tembok yang berwarna pink, suami yang baru dikenal itu menarik bajunya dengan kasar. Tanpa bicara, langsung menelanjangi dia penuh birahi bagai seekor harimau lapar yang siap mengkoyak-moyakkan tubuhnya, lalu mencumbu dengan penuh gairah....”
                           ...............................................................................................................
                           Sepotong silet digoreskan lakinya ke pahanya sehingga darah menetes. Laki-laki itu menjilat darah yang mengalir dengan penuh kenikmatan. Lakinya menderita kelainan perilaku seksual rupanya” (Fitriyanti, 2009:62-63).

Dari kutipan itu dapat diinterpretasikan bahwa penyebab suami perempuan itu berubah perilaku cepat melakukan kekerasan fisik pada istrinya adalah tidak jelas. Diperkirakan, penyebabnya adalah kelainan seksual dari diri sendiri, yakni laki-laki itu akan merasa puas hubungan seksualnya bila dengan kekerasan fisik pada lawannya lebih dulu. Dengan kata lain, laki-laki tersebut mempunyai kelainan jiwa psikopat.
Pada akhir cerita, perempuan itu juga melakukan kekerasan fisik pada suaminya, seperti saat suaminya melakukan kekerasan pada dirinya. Penyebabnya adalah seperti tampak dalam kutipan cerita berikut.

                           ”Perempuan itu tidak puas. Lantas diikat kaki tangan lakinya dengan rantai yang sebelumnya mengikat dirinya, lalu digembok.... Mulutnya diplester dengan lakban. Diambil ikat pinggang lalu dihajarnya hingga babak belur.....
                           Dia tak peduli dengan erangan lakinya yang terbangun dari dengkurnya, dia terkejut kesakitan. Laki-laki itu mengelinjang dan meronta, membuat dia semakin bernafsu. Tatapan mata lakinya penuh ketakutan juga kesakitan membuat perempuan itu semakin bergairah. Persis seperti tatapan matanya ketakutan dan kesakitan ketika dihajar ayah dan kakaknya.
                           Di puncak gairah, permpuan itu ke dapur mengambil sebilah pisau khusus pemotong daging. Dia balik ke kamar, dengan santai dia memotong penis lakinya. Hanya sekali tebas penis itu lepas dari singgasananya!
                           Dijilat darah mengucur dari potongan penis itu, sehingga seluruh wajah berlumuran darah.....
                           ..... Dia menyeringai puas.....” (Fitriyanti, 2009:64-66).

Dari kutipan tersebut dapat diinterpretasikan bahwa penyebab perempuan itu berubah perilaku cepat melakukan kekerasan fisik pada suaminya adalah tidak jelas. Diperkirakan, penyebabnya adalah (i) kelainan seksual dari diri sendiri, yakni perempuan itu akan merasa puas hubungan seksualnya bila dengan kekerasan fisik pada lawannya lebih dulu; (ii) ingin melampiaskan tekanan batin dan emosinya yang diderita selama ini.
Dari interpresi kutipan-kutipan cerita di atas dapat dinyatakan bahwa penyebab terjadinya perubahan sosial yang berupa perubahan perilaku tokoh dalam cerpen berjudul Diam karya Fitriyanti adalah faktor dalam diri tokoh itu sendiri. Faktor dalam diri tersebut teraktualisasikan dalam peristiwa-peristiwa  berikut.
(1)   Tokoh ayah berubah perilakuknya disebabkan oleh faktor istrinya telah meninggal
(2)   Tokoh kakak berubah perilakukanya disebabkan oleh faktor dalam diri kakak itu, yakni turunan dari ayahnya.
(3)   Tokoh laki-laki atau suami perempuan itu berubah perilakunya disebabkan oleh faktor kelainan seksual dari diri sendiri.
(4)   Tokoh perempuan itu berubah perilakunya disebabkan oleh dua faktor, yakni (i) kelainan seksual dari diri sendiri dan (ii) ingin melampiaskan tekanan batin dan emosinya yang diderita. 

3 Faktor Pendorong dan Penghambat Perubahan Sosial dalam Cerpen Diam Karya Fitriyanti
Di dalam masyarakat di mana suatu proses perubahan, terdapat faktor-faktor yang mendorong pelaksanaan  perubahan yang terjadi. Di dalam cerpen Diam karya Fitriyanti, faktor-faktor yang mendorong pelaksanaan perubahan sosial bervariasi. Variasi tersebut berdasarkan tokoh yang melakukan perubahan.
3.1 Faktor Pendorong  Perubahan Sosial dalam Cerpen Diam Karya Fitriyanti
Faktor pendorong perubahan perilaku pada diri tokoh ayah adalah seperti tampak dalam kutipan cerita berikut.

”Si adik tiba-tiba menangis. Entah apa sebabnya. Tangisnya semakin menjadi. Anak perempuan itu mulai merasakan beban berat tubuh adiknya. Dengan jengkel diturunkannya adiknya dari gendongan.
Ayah yang asyik membaca koran mulai merasa terganggu....Kau apakan dia. Hah!” Ayah menempeleng kepalanya beberapa kali dengan keras” (Fitriyanti, 2009:50)
”Suara piring pecah, suara anak perempuan berteriak karena terkejut, diiringi erangan kucing kesakitan terinjak, terdengar ribut sekali. Adiknya terbangun dan menangis karena terkejut. Ayahnya pun berteriak karena marah” (Fitriyanti, 2009:52).

      Dua kutipan di atas menandakan bahwa perubahan perilaku ayah yang  mudah marah  menjadi lebih cepat marah adalah  lingkungan sekitar yang gaduh, terutama oleh tangisan adik. Ayah menjadi lebih tersulut emosi marahnya setelah adik menangis. Dengan tangisan itu, ayah benar-benar terganggu sehingga lebih marah lagi. Siapa pun yang ada di dekatnya, yang dianggap penyebab tangisan itu, langsung dimarahi yang berlebihan.
Faktor pendorong perubahan perilaku pada diri tokoh kakak adalah tampak dalam kutipan cerita berikut.
           
                        “....Diambilnya bubur, dengan geram langsung dijejalkan ke mulut keponakannya. Si bayi menjerit.
                        Kakaknya yang sedang di dapur, juga suaminya kebetulan baru pulang kerja dan memasuki halaman pagar rumah, terkejut dengan jeritan buah hati mereka. Tanpa bertanya mengapa, .... ditempelenglah anak perempuan itu....” (Fitriyanti, 2009:57)

   Dari kutipan itu tergambar bahwa kakak tersulut marahnya karena jeritan si bayi.  Si bayi tersebut menjerit kesakitan karena mulutnya dijejali secara  keras dengan sendok yang berisi bubur oleh anak perempuan itu. Anak perempuan tersebut menjejalkan sendok ke mulut keponakannya karena merasa jengkel dengan kakaknya. Dengan demikian, pendorong kemarahan kakak adalah anak perempuan yang berulah karena sudah tidak tahan dengan penderitaan dari kakaknya.

Faktor pendorong perubahan perilaku suami perempuan itu juga tampak dalam kutipan cerita berikut.

         ”Sepotong silet digoreskan lakinya ke pahanya sehingga darah menetes. Laki-laki itu menjilat darah yang mengalir dengan penuh kenikmatan. Lakinya menderita kelainan perilaku seksual rupanya. Perempuan itu tetap diam apa pun yang dilakukan terhadap tubuhnya. Dia tak merasakan apa pun, sampai si suami yang menggumuli berteriak kenikmatan hingga nafasnya mendengus terengah-engah” (Fitriyanti, 2009:62-63).

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa faktor pendorong perubahan perilaku suami perempuan itu adalah adanya kelainan seksual pada dirinya. Suami perempuan itu tampaknya mengidap psikopat. Ia akan merasa  lebih puas  seksualnya bila dengan melukai fisik lawan hubungannya. Dalam cerita tersebut, perempuan itu digores pahanya dengan sepotong silet lalu dijilat darahnya kemudian menjadi puas dalam  melakukan hubungan sesksual dengan istrinya.

Faktor pendorong perubahan perilaku perempuan itu tampak dalam kutipan cerita berikut.

”Dijilati darah mengucur dari potongan penis itu, sehingga seluruh wajahnya berlumuran darah. Tidak hanya itu, dengan seluruh rasa kesakitan, kebencian, dan kemarahan, juga dendam yang dipendam selama puluhan tahun, dikerahkan seluruh kekuatan tenaganya. Bagai kerasukan setan sejagat, perempuan itu menancapkan pisau ke dada lakinya puluhan kali! Bahkan ratusan kali! Penuh gairah. Penuh semangat....
Di dada laki-laki yang bergelimang darah itu nampak wajah ayah, kakak, saudara ibunya, guru, teman-teman, dan banyak lagi Pandangan mata yang dulu redup, penuh.... kini berubah menyala-nyala bagai api neraka! Dia menyeringai puas....” (Fitriyanti, 2009:66).

Kutipan cerita tersebut menggambarkan bahwa pendorong perubahan perilaku perempuan itu adalah dua hal. Pertama, rasa sakit, benci, marah, dan dendam yang  dipendam berpuluh-puluh tahun kepada orang-orang yang telah berbuat kasar terhadapnya. Kedua, bayangan perlakuan kasar kepada perempuan itu dari ayah, kakak, saudara ibunya, gurun, dan teman-temannya. Kedua hal itu menjadi pendorong perempuan itu untuk melakukan perubahan perilaku kekerasan untuk lebih keras lagi berupa mencederai fisik suaminya.
Berdasarkan tafsiran-tafsiran di atas dalam subbab ini, faktor pendorong perubahan sosial dalam cerpen Diam karya Fitriyanti adalah ketidakpuasan  tokoh terhadap bidang-bidang kehidupan  tertentu. Ayah dan kakak  kurang  puas dengan kegaduhan yang terjadi di lingkungannya; Suami kurang puas dalam hubungannya dengan masalah seksual; dan perempuan itu kurang puas terhadap ayah, kakak, bibi, guru, dan suaminya.   


3.2 Faktor Penghambat Perubahan Sosial dalam Cerpen Diam Karya Fitriyanti
Berdasarkan cuplikan-cuplikan cerpen di atas, peristiwa perubahan perilaku yang dialami dan dilakukan oleh tokoh cerpen Diam karya Fitriyanti bervariasi. Tokoh ayah melakukan perubahan perilaku tidak marah menjadi marah dan lebih marah karena istrinya meninggal dan ada aksi dari perempuan itu. Tokoh kakak melakukan perubahan perilaku tidak marah menjadi marah dan lebih marah karena turunan ayahnya dan ada aksi dari perempuan itu. Tokoh suami perempuan itu melakukan perubahan perilaku menjadi psikopat karena ingin mencapai kepuasan nafsu seksualnya. Tokoh perempuan itu  berubah perilakunya secara tiba-tiba menjadi perempuan yang kejam karena ingin melampiaskan tekanan batin dan emosinya yang diderita selama ini. Sejalan dengan itu, faktor penghambat perubahan perilaku pada tokoh ayah dan kakak adalah tidak adanya aksi dari perempuan itu, sedangkan faktor pengambat perubahan perilaku suami perempuan itu adalah diri sendiri sebab berkenaan dengan nafsu seksualnya, dan faktor penghambat perubahan perilaku perempuan itu adalah lebih baik diam daripada salah kemudian menimbulkan reaksi marah seperti kutipan cerita berikut.

                                    ”.... Dia tidak banyak bicara di hadapan orang banyak. Dia takut bicara. Takut salah. Di mana pun dia berada, di rumah, di sekolah, di lapangan bermain dengan teman-teman, dia lebih banyak diam.... ” (Fitriyanti, 2009:58).

        4 Dampak Perubahan Sosial dalam Cerpen Diam Karya Fitriyanti
Perubahan pola hubungan antarindividu menyebabkan adanya ketegangan sosial yang dapat berupa konflik, bahkan cenderung menjadi kekerasan. Dalam cerpen berjudul Diam karya Fitriyanti, perubahan pola hubungan antarindividu itu terjadi pada ayah, kakak, sudara ibu, guru, suami dengan perempuan itu, yakni anak kandung ayah dan saudara kandung kakak. Mereka seharusnya membimbing perempuan itu dengan kasih sayang yang positif. Akan tetapi, yang terjadi adalah sebaliknya, yakni bimbingan berupa contoh perilaku kekerasan terhadap perempuan itu. Oleh karena itu, dampak perubahan pola hubungan itu adalah rasa sakit, benci, dan dendam perempuan itu kepada mereka, seperti pada kutipan cerita berikut.
           
                        ”Perempuan itu tidak puas. Lantas diikat kaki tangan lakinya dengan rantai yang sebelumnya mengikat dirinya, lalu digembok.... Mulutnya diplester dengan lakban. Diambil ikat pinggang lalu dihajarnya hingga babak belur.....
                        Di puncak gairah, permpuan itu ke dapur mengambil sebilah pisau khusu pemotong daging. Dia balik ke kamar, dengan santai dia memotong penis lakinya. Hanya sekali tebas penis itu lepas dari singgasananya!
                        Dijilat darah mengucur dari potongan penis itu, sehingga seluruh wajah berlumuran darah.....
                        ..... Dia menyeringai puas.....” (Fitriyanti, 2009:64-66).

Peristiwa dalam kutipan tersebut merupakan peristiwa pelampiasan nafsunya. Perempuan itu berubah perilakunya.  Perempuan tersebut tadinya pediam kemudian berubah perilakunya secara tiba-tiba menjadi perempuan yang kejam. Perubahan tersebut adalah dampak negatif dari rasa sakit, benci, dan dendam yang diderita selama ini.

C Simpulan

Perubahan sosial adalah perubahan unsur-unsur atau struktur sosial dan perilaku manusia, baik secara berkelompok maupun individu dalam masyarakat dari keadaan tertentu ke keadaan yang lain. Di dalam cerpen berjudul Diam karya Fitriyanti, perubahan sosial memunyai bentuk yang bervariasi, yaitu berbentuk sangat cepat dan tidak direncakan.
Penyebab perubahannya adalah faktor dalam diri tokoh itu sendiri.  Faktor pendorongnya adalah ketidakpuasan tokoh terhadap bidang-bidang kehidupan  tertentu yakni ayah dan kakak  kurang  puas dengan kegaduhan yang terjadi di lingkungannya; suami kurang puas dalam hubungannya dengan masalah seksual; dan perempuan itu kurang puas terhadap ayah, kakak, bibi, guru, dan suaminya.  Faktor penghambat perubahan perilaku pada tokoh ayah dan kakak adalah tidak adanya aksi dari perempuan itu, sedangkan faktor pengambat perubahan perilaku suami perempuan itu adalah diri sendiri sebab berkenaan dengan nafsu seksualnya, dan faktor penghambat perubahan perilaku perempuan itu adalah lebih baik diam daripada salah kemudian menimbulkan reaksi marah.
Daftar Pustaka
Abrams, M.H. 1981. Glossary of Literary Terms. New York: Holt. Rinehart and Winston.

Damono, Sapardi Joko. 2003. Kesusastraan Indonesia Modern. Jakarta: Gramedia.

Fitriyanti. 2009. Deadline Kumpulan Cerpen. Depok: Gramata Publishing

Horton, Paul B. dan Chester L. Hunt. 1999. Sosiologi Jilid 2 edisi Kenam. Jakarta: Erlangga.



Pradopo, Rachmat Djoko. 2005. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Soekamto, Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Soemardjan, Selo. 1982. Perubahan Sosial di Yogyakarta. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Wellek, Rene dan Austin Warren.1995. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.




     


                 





 

  
    

                
               



Sisnopsis

Diam

Perempuan itu berusia sekitar sepuluh tahun ditinggal meninggal ibunya. Perempuan itu kemudian tinggal bersama ayah dan adiknya yang baru berusia lima tahun. Suatu saat adiknya menangis, ayahnya sangat marah dan menganggap perempuan itu tidak dapat mengurus adiknya. Ayahnya langsung menempeleng dan perempuan itu diam saja.
Perempuan itu membawa piring berisi nasi untuk dimakan. Dengan tidak sengaja, perempuan itu ditubruk dan menginjak kucing. Karena terkejut, piring itu jatuh dan suaranya mengganggu ayah yang sedang menidurkan adiknya. Adiknya menangis maka ayahnya langsung memukuli perempuan itu dengan ikat pinggang sampai biru lebam tubuhnya. Perempuan itu pun diam saja.    
Perilaku ayah yang keras dan kasar terhadap anak kandungnya itu diketahui, setelah ditinggal meninggal istrinya.
Suatu saat ayah meninggal. Perempuan itu dan adiknya menumpang di rumah sudara ibunya. Tidak betah karena sering diomeli di rumah saudara ibunya, perempuan itu kemudian pindah menumpang di rumah kakak kandungnya, yang juga perempuan.       
Kakak perempuan itu ternyata mewarisi sifat kasar yang dimiliki ayahnya. Karena adiknya sudah dapat bermain sendiri, perempuan itu memohon izin kepada kakaknya untuk bermain-main seperti teman sebayanya. Akatan tetapi, kakak tidak mengizinkan, bahkan meremas-meremas mulutnya dan perempuan itu diam saja karena takut salah.
Perempuan itu geram pada keponakannya, yang juga anak kakaknya. Suatu saat perempuan itu sedang menggendong keponakannya sambil menyuapi dengan bubur. Pada saat menyuapi, sendok buburnya dijejalpaksakan ke mulut keponakannya maka keponakan yang masih bayi itu pun menjerit. Kakaknya terkejut dan marah kemudian langsung menempeleng perempuan itu. Perempuan itu diam saja.
Suatu saat dirasa sudah remaja dewasa, yakni lulus SMA, perempuan itu dijodohkan dengan saudara ayahnya. Perempuan itu juga diam saja. Laki-laki saudara ayahnya yang sudah menjadi suami perempuan itu ternyata mengidap kelainan seksual. Pada saat malam pengantin, yakni akan melakukan hubungan seksual, laki-laki itu menyiksa fisik perempuan itu lebih dulu (menggores paha istrinya dengan silet, mengikat tangan istrinya dengan rantai dan dikunci, dan  melakban mulutnya, lalu  menjilati darah goresan silet itu)  terus menggaulinya sampai puas. Perempuan itu pun diam saja.
Setelah laki-lakinya puas, capek, dan tertidur, perempuan itu berganti menggauli laki-lakinya dengan keras pula. Tangan dan kaki laki-lakinya dirantai dan dikunci. Mulutnya dilakban terus digauli. Merasa belum puas, perempuan itu mengambil pisau dapur kemudian penis laki-lakinya ditebas dengan sekali tebas langsung putus. Kucuran darahnya kemudian dijilati. Merasa belum puas lagi, dada laki-lakinya juga ditikam berkali-kali dan lehernya dipotong sambil dibayangi oleh kekerasan yang pernah dilakukan oleh ayah, kakak, bibi, guru, dan teman-temannya terhadap dirinya. Perempuan itu kemudian lari ke luar rumah dalam keadaan telanjang bulat sambil membawa kepala laki-lakinya.




 Tentang Pengarang

Fitriyanti menulis sejak usia 12 tahun di harian Pelita dan wartawan free lance di beberapa surat kabar serta majalah, di antaranya Majalah Pariwisata Travel Club, Harian Pelita, dan stringer The Jakarta Post. Namanya mulai dikenal setelah menulis biografi Roehana Koeddoes, Wartawan Perempuan Pertama Indonesia, dan Biografi Haji Amiruddin Siregar
Fitriyanti juga Pimpinan Muhammadiyah Wilayah DKI dan Sekjen MUI pada saat diketuai oleh Hamka.